1. Rizal Asmara Sari 12413241002
2. Desi Kamayanti 12413241010
3. Retno Wahyuningsih 12413241025
4. Fanta Eri Kurnia 12413241016
Agama merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat yang perlu dipelajari oleh antropolog ataupun para ilmuwan social lainnya. Di dalam kehidupan masyarakat, agama muncul karena sifat ketauhidan masyarakat tersebut. Oleh karena itu agama perlu dipelajari dan dihayati oleh manusia karena kebutuhan manusia terhadap sang maha pencipta.
Di dalam agama dijumpai ungkapan materi dan budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral, etika, kajian agama, khususnya agama Islam merupakan kebutuhan hidup bagi masyarakat Indonesia, khususnya mayoritas.
Oleh karena itu, kajian agama seperti Islam, Budha, Hindu tidak hanya sebatas konsep saja, teori dan aspek-aspek kehidupan manusia beserta hukumnya, tapi harus dihayati dan direnunggi untuk diamalkan dalam kehidupan manusia.
Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik tapi bersifat rohani. Karenanya agama merupakan suatu institusi ajaran yang menyajikan lapangan ekspresi dan implikasi yang begitu halus yang berbeda dengan suatu konsep hukum ataupun undang-undang yang dibuat oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paranata agama dan ruang lingkupnya ?
2. Bagaimana cara-cara dalam beragama ?
3. Apa saja unsur-unsur dan fungsi dari agama ?
4. Bagaimana pengaruh agama terhadap kehidupan manusia ?
C. Tujuan
1. Mengetahui devinisi tentang paranata agama dan ruang lingkupnya
2. Mengetahui cara-cara dalam beragama
3. Mengetahui unsur-unsur dan fungsi dari agama
4. Mengetahui pengaruh agama terhadap kehidupan manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Devinisi Agama
Agama menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari
bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari
bahasa Latin religio dan berakar pada
kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada
Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
Dengan memahami uraian dalam pengertian dasar tentang agama–agama dan defenisi agama di atas, maka ada dua jalan untuk memberikan defenisnya, yaitu :
Secara umum, agama suatu sistem kepercayaan dan perilaku yang bersumber pada kekuatan gaib yang dipercayai atau bersumber pada Allah, baik dengan perantaraan ataupun tidak sehingga manusia meyakininya dan mengamalkannya sebagai kewajiban.
Secara terperinci, yaitu :
a. Agama alami adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku yang bersumber kepada kebudayaan yang dibuat manusia sendiri, yang diyakini dan diamalkan sebagai kewajiban.
Agama samawi adalah suatu sistem kepercayaan dan tingkah laku yang kepada wahyu Allah melalui seorang Rasul dan disampaikan kepada manusia untuk diyakini dan diamalkan sebagai kewajiban.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal
Tuhan,
Dewa,
God,
Syang-ti,
Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige, dan lain-lain.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu:
1. Menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
2. Mentaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan
Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
B. Ruang Lingkup Agama
Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup :
1. Hubungan manusia dengan tuhannya
Hubungan dengan tuhan disebut ibadah. Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada tuhannya.
2. Hubungan manusia dengan manusia
Agama memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong terhadap sesama manusia.
3. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.
C. Cara Beragama
Berdasarkan cara beragamanya:
Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.
D. Unsur-unsur Agama
Setelah diuraikan pengertian dasar dan definisi agama, maka dari uraian-uraian tersebut dapat diambil sarinya berupa unsur-unsur agama yang terkandung didalamnya. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution menyimpulkan bahwa unsur-insur agama ada empat, yaitu :
Adanya kekuatan gaib, dimana manusia merasa lemah dan berhajat kepada kekuatan gaib tersebut untuk minta pertolongan sehingga perlu mengadakan hubungan baik berupa mematuhi perintah dan menjauhi larangannya.
Kenyakinan manusia bahwa kesejahtraan di dunia dan di akhirat kelak tergantung pada hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut.
Respons emosional dari manusia berupa rasa takut atau cinta yang karenanya mengambil bentuk penyembahan atau pemujaan yang berbentuk cara hidup tertentu dalam masyarakat.
Adanya paham kudus dan suci pada kekuatan gaib dalam bentuk kitab suci yang berisi ajaran-ajaran agama.
Tehadap unsur-unsur agama yang telah dikemukakan Dr.Harun Nasution tersebut, maka Dr.Rasyidi berpendapat bahwa memang unsur-unsur tersebut ada pada semua agama, hanya saja beliau mengadakan perbedaan antara agama samawy dan agama alamy, yaitu sebagai berikut :
Unsur agama yang berupa kekuatan gaib memang ada pada semua agama, hanya saja dalam agama Islam (khususnya) disamping percaya pada kekuatan gaib, juga percaya pada alam gaib yang tidak terjangkau oleh panca indra dan Islam menganggap Allah bukan sekedar kekuatan gaib tetapi dzat tertentu (sifatnya) seperti antara lain sifat Rahman dan Rahiem.
Unsur kedua bahwa kesejahtraan hidup manusia tergantung pada hubungan baiknya dengan kekuatan gaib maka dari pertanyaan tersebut seolah-olah pada kekuatan gaib tersebut bersifat authority, dimana manusia harus menyusuaikan diri dengannya, keadaan mana memang betul ada pada agama alamy, sedang dalam agama samawy khususnya Islam, maka memang batul bahwan hubungan baik dengan Allah mengakibatkan kesejahtraan dunia akhirat, tetapi sifatnya authority.
Unsur ketiga yaitu respons emosional. Menurut Prof.Dr.Rasyidi sebaiknya diganti dengan attitude (sikap) emosional, dimana menurutnya memang sikap manusia tunduk pada kekuatan gaib itu berasal dari dalam dirinya sendiri, hal itu ada dalam agama samawy khususnya agama Islam.
Mengenai paham sacred (kudus/suci) sebagai unsur agama, dimana karena Tuhan itu suci, maka manusia harus berusaha tetap suci untuk dapat kembali ke sisi-Nya. Manurut Prof.Rasyidi bahwa dalam agama Islam, manusia di samping harus suci, juga diperintahkan untuk selalu berbuat baik.
Dari uraian dan sanggahan Prof. Dr. Rasyidi terhadap Prof. Dr. Harun Nasution, maka dapatlah diketahui bahwa antara kedua beliau terdapat perbedaan pendapat, yang letaknya pada perbedaan tempat berpijak, dimana Harun Nasution membuat generalisasi pada dua bagian yang sebenarnya berbeda yaitu pada unsur a dan b, beliau menganggap sama pada agama alamy dan samawy ; sedang untuk unsur c dan d beliau menyamakan kedua unsur tersebut pada agama Islam dan Kristen.. Adapaun Rasyidi berpijak pada differensial agama alamy dan samawy bahka antara tiap-tipa agama samawy, yaitu Islam dan non-Islam. (Nasikun, 1984,10).
E. Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
1. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
2. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
3. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
a. Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
b. Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
4. Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
a. Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
b. Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
c. Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
5. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
F. Pengaruh Agama Terhadap Kehidupan Manusia
Sebagaimana telah dijelaskan dari pemaparan diatas, jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalah “arti dan makna”. Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai “sumber” dan “terminal terakhir” dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif.
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.
Daftar Pustaka
Koenjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi 1. Jakarta : Rineka Cipta
Koenjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi 2. Jakarta : Rineka Cipta
Narwoko, Dwi. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. 2004. Jakarta : Prenada Media