Andong ikon kendaraan tradisional sebagai solusi Malioboro bebas macet
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Malioboro merupakan tempat wisata yang digemari oleh
wisatawan lokal maupun manca negara. Tempat wisata ini merupakan salah satu
tempat wisata belanja yang ada di Yogyakarta. Tidak jarang para wisatawan
menghabiskan waktunya untuk memburu barang-barang dengan sentuhan khas
Yogyakarta seperti batik dan beberapa pernak-pernik lainya. Harga yang
ditawarkan pun cukup bersahabat bagi kantong para pelajar dan mahasiswa
sehingga tempat ini menjadi tujuan wisata utama saat bertandang ke Yogyakarta.
Tidak hanya menjadi tempat favorit para wisatawan, Malioboro pun menjadi tempat
favorit bagi penduduk asli Yogyakarta
untuk berbelanja ataupun hanya sekedar menghabiskan waktu. Malioboro seperti
menjadi magnet bagi kota Yogyakarta. Sentuhan lokal dapat tergambar sari
beberapa aspek yang ada di malioboro. Selain batik dan pernak-pernik lainnya
yang berbau tradisional, alat transportasi tradisional pun dapat mudah
ditemukan disekitar kawasan ini. Andong, menjadi alat transportasi tradisional
yang sampai sekarang masih memikat hati para wisatawan lokal atau pun wisatawan
asing. Disamping terdapat andong, becak pun masih menjadi alat transportasi
tradisional yang digemari masyarakat Yogyakarta. Daya tarik Malioboro tidak
berhenti diseputar batik dan andong. Letak Malioboro pun dapat menggambarkan
secuil dari Yogyakarta. Dari kawasan bersejarah hingga aktivitas pemerintahan,
semua terdapat di kawasan Jl. Malioboro ini. Begitu besar ketertarikan
masyarakat terhadap Malioboro menjadikan tempat ini selalu ramai dikunjungi
siang dan malam. Atensi yang demikian menyebabkan Malioboro menjadi rentan
terhadap limbah sampah. Besarnya pengunjung Malioboro yang berasal dari
berbagai kalangan, asal, dan karakteristik menjadikan Malioboro berpontensi menggasilkan
limbah sampah yang cukup besar. Kebersihan perlu diperhatikan mengingat
Malioboro merupakan tempat wisata yang diminati oleh para wisatawan. Ada yang
sangat disayangkan pada kebersihan Malioboro saat ini. Pada beberapa titik
dekat penjual makanan berat seperti bakso, mie ayam, nasi rames, dll terdapat
genangan air limbah sisa makanan. Keadaan ini mengganggu pemandangan dan
memberikan kesan bahwa tempat ini kotor. Malioboro, merupakan kawasan yang
sarat dengan kekhasan Yogyakarta, begitu tingi antusiasme wisatawan terhadap
tempat wisata ini.Malioboro menjadi salah satu pilihan wisata yang utama. Atmosfer
khas tradisional Yogyakarta masih terasa di tempat wisata Malioboro ini.
Tidak hanya itu, pemandangan rutin
di Jalan Malioboro terjadi lagi. Apalagi kalau bukan kemacetan. Malioboro masih
tujuan wisata wajib bagi para pengunjung. Tidak ada kata yang mampu melukiskan bagaimana kondisi
kemacetan yang terjadi di Jalan Malioboro kota Yogyakarta. Kemacetan lalu
lintas tersebut sudah tidak lagi main-main lagi. Banyak sekali pengendara yang
saling mendahului tanpa aturan untuk mencapai tujuannya dengan lebih cepat
meskipun kondisi jalan sangat padat. Para pejalan kaki juga tidak lagi
memperoleh kenyamanan dan rasa aman. Hal ini dikarenakan banyak alternatif
jalan yang kemudian dipakai tidak pada tempatnya, seperti penggunaan trotoar
oleh para pengendara sepeda motor, dan pengendara mobil yang tidak memberikan
kesempatan bagi para pejalan kaki untuk menyebrang di zebra cross sehingga terkadang pejalan kaki hanya asal
menyeberang saja. Ironis, sangat beresiko bagi keselamatan para pejalan kaki
yang seharusnya mendapatkan fasilitasnya. Resiko bukan hanya dialami oleh para
pejalan kaki tapi juga oleh para pengendara kendaraan bermotor itu sendiri.
Pengendara kendaraan bermotor yang saling kebut itu bisa saja mengalami
kecelakaan. Kerugian selanjutnya juga adalah mengenai biaya lebih yang harus
dikeluarkan para pengendara karena terjebak kemacetan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Kerugian lainnya bisa berupa rusaknya komponen kendaraan sebelum
waktunya dan kondisi jalanan yang semakin memburuk karena asap kendaraan yang
dapat mematikan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitarnya. Kerugian lain yang
paling mencolok, yaitu waktu berharga yang terbuang karena kemacetan
berkepanjangan yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas individu maupun
perusahaan. Efek panas dari matahari saat kemacetan terjadi juga membuat
kondisi psikis pengendara terganggu, seperti munculnya sikap tidak toleran,
gampang marah, dan stress.Kemacetan
parah lalu lintas di Jalan Malioboro Yogyakarta sebenarnya tidak terjadi begitu
saja. Selain ketidakdisiplinan para pengendara dan pejalan kaki, tidak adanya
penataan ulang kota juga sangat berpengaruh. Semuanya hanya seperti perencanaan
yang tidak terealisasikan. Lihat saja contohnya, yaitu banyaknya penjual souvenir dan keperluan lainnya yang
semakin banyak dan awut-awutan.
Kemacetan jalan juga bertambah parah dengan adanya sampah-sampah yang ada di
sepanjang Jalan Malioboro. Sampah-sampah tersebut berbau busuk dan menyumbat
saluran-saluran air sehingga mengakibatkan banjir saat musim penghujan.
Karena itulah kawasan tersebut harus ditata dengan baik terutama lalu
lintasnya.Pengelolaan jalan menuju Malioboro harus dikaji ulang guna memberikan
kemudahan akses menuju kawasan tersebut. Selain itu beberapa jalan juga harus
dibebaskan dari tempat parkir. Kerap terjadi, parkir yang menggunakan bahu
jalan justru menambah parah kemacetan. Masalah kemacetan tidak bisa dipisahkan
dari perparkiran. Malioboro tidak memiliki kantong parkir yang memadai.
Akibatnya, kendaraan kerap melebar di bahu jalan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
andong sebagai ikon kendaraan tradisional malioboro ?
2. Bagaimana
andong menjadi sumber ekonomi masyarakat kota Yogyakarta ?
3. Bagaimana
peranan andong dalam mengatasi macet dan polusi udara di kawasan malioboro ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui andong sebagai ikon kendaraan tradisional malioboro.
2. Untuk
mengetahui andong sebagai sumber ekonomi masyarakat kota Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui peranan andong sebagai ikon
kendaraan tradisional mampu mengatasi kemacetan dan polusi udara di kawasan
malioboro.
D. Manfaat Penulisan
1.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Andong Sebagai Ikon Kendaraan
Tradisional Malioboro
Andong atau biasa disebut dengan dokar, adalah salah satu alat
transportasi tradisional yang menjadi khas kota Yogyakarta. Julukan lain dari
andong adalah delman, bendi atau sado. Andong adalah kereta beroda empat yang
ditarik dengan kuda. Andong yang ada di Yogyakarta berbeda dengan andong yang
ada di beberapa daerah lain seperti Surakarta dan Cirebon. Perbedaannya adalah
meski sama-sama beroda empat, andong di Yogyakarta bentuknya lebih kecil.
Dahulu kala, andong hanya boleh digunakan oleh para bangsawan terutama raja dan
keluarganya. Di awalabad XIX hinga abad XX, andong menjadi salah satu penanda
status sosial para kerabat keraton. Hal ini dimulai ketika Mataram dipimpin
oleh Sultan Hamengku Buwono VII, sekitar awal abad ke 19. Ketika itu rakyat
jelata tidak boleh menggunakan andong. Rakyat hanya menggunkan gerobak sapi.
Pada pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII,andong berangsur mulai digunkan
mayarakat umum walaupun masih terbats bagi kalangan pengusaha dan pedagang
saja. Tapi sekarang andong bisa digunakan oleh sipa saja bahkan menjadi
transportasi publik dan pariwisata. Untuk mengetahui lebih detail tentang
sejarah andong ini, dapat dilihat di Museum Kereta yang berada di sebelah barat
Keraton Yogyakarta. Keunikan menggunakan andong di Yogyakarta ini adalah adanya
dua jenis andong yaitu andong biasa dan andong wisata. Andong wisata dapat
dengan mudah dikenali karena sang kusir andong berpakaian lengkap menggunakan
pakain Jawa seperti blangkon,sorjan lurik dan celana panjang tiga per empat
(3/4) berwarna hitam. Pada bagian depan andong wisata tertera nomor andong yang
ditulis dengan angka Jawa. Andong wisata hanya dapat ditemui di kota Yogyakarta
ini karena unitnya sangat sedikit. Di Yogyakarta dahulu merupakan satu
kebanggaan tersendiri jika mempunyai kendaraan ini, karena ini sebagai penanda
satus sosialnya yankni sebagai bangsawan atau priyayi atau kerabat keraton. Hal
ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII, waktu itu rakyat
kecil tidak diperkenankan untuk menggunakan kendaraan tersebut. Namun pada masa
Sultan Hamengku Buwono VIII barulah kendaraan ini boleh digunakan oleh
masyarakat umum meskipun masih di terbatas bagi masyarakat berada yakni
kalangan pengusaha dan pedagang saja. Andong saat ini dapat anda nikmati tanpa
harus memandang status sosialnya, dan dapat anda temui di beberapa tempat
mangkalnya, yang terbanyak adalah di sepanjang malioboro ataupun sekitar Pasar
Beringharjo dan juga Alun alun utara Yogyakarta. Di empat
kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta ini pun dapat anda jumpai namun tidak
terlalu banyak. Dari jenisnya andong inipun saat ini dibedakan menjadi 2 jenis
yakni andong wisata dan andong non wisata. Bentuk dan ukuran serta fungsi
sebenarnya sama saja hanya saja untuk andong wisata lebih bersih dan kusirnya
menggunakan pakain jawa yang berupa surjan lurik, blangkon, dan celana
panjang hitam. Jumlah andong wisata ini tidak terlalu banyak hanya sekitar 100
unit dan hanya di kota Yogyakarta saja. Secara pasti tarif yang dikenakan tidak
ada hanya berdasarkan kesepakatan saat akan naik, namun untuk rute malioboro,
keraton kasultanan yogyakarta, tamansari kemudian melewati pojok benteng kulon
ke arah utara dan berakhir kembali di Malioboro tarif yang yang dibayar kurang
lebih Rp. 25.000,- hingga Rp. 50.000,-. Keberadaan andong tersebut sangat cocok
untuk mendukung kekhasan kota yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata, karena
menikmati kendaraan ini tidak dapat anda jumpai di daerah lain.
B.
Andong
Sebagai Sumber Ekonomi Masyarakat Yogyakarta
Di
era yang serba modern ini, andong merupakan salah satu kendaraan tradisional
yang masih tetap eksis di Yogyakarta, khususnya di Malioboro karena andong yang
notabene adalah ikon Malioboro ini masih sangat digemari oleh wisatawan lokal
maupun wisatawan mancanegara. Oleh karena itu, andong menjadi alternative
matapencaharian sebagian kecil masyarakat Yogyakarta. Puluhan tahun lalu andong merupakan
salah satu angkutan umum massal primadona masyarakat perkotaan, namun seiring
pesatnya perkembangan dunia otomotif, lambat tapi pasti ia pun mulai mendapat
saingan yang tak bisa dikejarnya. Posisi andong akhirnya bergeser, dari salah
satu alat transportasi utama menjadi sekadar peninggalan masa lalu yang lebih
banyak bertebaran di tempat-tempat rekreasi. Di Yogyakarta sendiri kendaraaan
bertenaga kuda ini dapat dijumpai di Malioboro dan sekitar alun-alun selatan
Yogyakarta. Hampir setiap hari, khususnya pada akhir pekan, andong dengan setia
memberi hiburan bagi para pelancong yang ingin merasakan sensasi menaiki kereta
kuda tersebut. Ahmad Heryana adalah salah satu dari kusir andong yang saban
hari mengais rezeki di kitaran Malioboro. Secara turun-temurun pekerjaan
menjadi kusir andong dilakoni oleh keluarganya. Seakan seragam dengan perkataan
Ahmad, pun demikian pula halnya Asep Udin. Lelaki yang telah puluhan tahun
menarik andong ini sudah tiga tahun terakhir berpindah operasi ke Malioboro.
Asep sebelumnya juga menarik andong di alun-alun utara, namun jumlah penumpang
yang kian menyusut memaksanya untuk mencari tempat mangkal baru. Malioboro lalu
menjadi pilihannya, “orang jaman sekarang lebih senang naik angkutan umum
bermotor atau menggunakan kendaraan pribadi dibanding naik andong, lebih
efisien dan menghemat waktu,” tutur Asep dengan suara sedikit bergetar.
Akan tetapi, bukan berarti andong
sebagai alat transportasi benar-benar mati, di pinggiran-pinggiran kota, ia
ternyata masih cukup banyak berseliweran menjalankan tugas utamanya: menjadi
alat transportasi massal.
Penelusuran terhadap andong ini lalu
mengantarkan kami kepada Syafii, seorang kusir andong yang beroperasi di
sekitar pasar Ujung berung. Secara melankolis, Syafii bisa dikatakan sebagai
kusir andong sejati. Lebih dari separuh hidupnya dihabiskan di atas andong. Tak
sedikitpun terbersit di kepalanya untuk berpindah tempat mangkal seperti Ahmad
dan Asep. Setiap hari ia dengan setia mengangkut para pengunjung pasar. “
Rejeki saya mungkin memang di sini, lagipula saya sudah memiliki pelanggan
tetap,” kecapnya.
Pelanggan tetap dan andong sarat
muatan tentu saja bukan berarti kondisi ekonomi Syafii berkecukupan. “ Wah,
kalau berbicara penghasilan, mah, mungkin penghasilan teman-teman saya yang
beroperasi di tempat-tempat rekreasi mungkin jauh lebih besar. Kusir seperti
saya yang benar-benar menjadikan andong sebagai alat transportasi tak bisa
mematok tarif yang terlalu tinggi. Jika terlalu tinggi, bisa-bisa para
penumpang saya beralih naik ojeg,” ujar Syafii.
Usia lanjut dalah alasan yang
kemudian dilontarkannya. Selain itu, romansa andong adalah hal lainnya yang
membuat Syafii lebih betah “berdinas” di daerah operasinya sekarang.
“ Ada begitu banyak kenangan,
kepedihan, sekaligus kebanggaan dengan menjadi kusir yang benar-benar
menjadikan andong sebagai alat transportasi,” tukasnya pelan, “mungkin alasan
saya terdengar agak berlebihan, tapi, ya begitulah yang saya rasakan,” Syafii
buru-buru menambahkan, kali ini, entah mengapa, suaranya terdengar begitu
bersahaja.
Andong Syafii kini telah penuh
dijejali penumpang. Menikmati detik-detik terakhir bersama Syafii hari itu
tiba-tiba begitu saya nikmati. Tak lama kemudian suara ketoplak khas andong
terdengar di telinga seiring andong sang kusir tua itu pelan-pelan menghilang
dari pandangan. Sambil melangkah pergi, saya keluarkan buku catatan saya. Pena
di tangan lalu bergerak menggores dengan cepat, menuliskan sebuah catatan
pendek, “Syafii, Ahmad, dan Asep.
Manusia yang begitu mencintai kehidupan sederhananya. Sang kusir yang tak
sekadar menjadikan andong sebagai mata pencaharian utama, namun lebih dari itu,
mereka dedikasikan hidupnya demi sebuah kendaraan tradisional agar terus hidup
melaju dan tak pernah tergusur.”
C.
Andong Bebaskan Malioboro Dari Macet
dan Polusi
Kemacetan
adalah situasi atau keadaan tersendatnya atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh
banyaknya jumlah kendaraan melebihi kapasitas jalan. Kemacetan banyak terjadi
di kota-kota besar, terutamanya yang tidak
mempunyai transportasi publik
yang baik atau memadai ataupun juga tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan
kepadatan penduduk. Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik,
kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan
kenyamanan, atau merusak properti. Andong sebagai kendaraan utama di kawasan
malioboro memberikan corak tersendiri bagi jogja, disamping andong tidak
memberikan polusi udara, andong juga ramah lingkungan yang membuat kawasan
disekitar malioboro bebas asap kendaraan bermotor. perlunya pemerintah
menggalakan kepada masyarakat jogja untuk melestarikan budaya andong, agar
andong sendiri tidak punah. kendaraan
bermotor yang melintasi malioboro menurut Hasil pendataan menunjukkan jumlah
kendaraan roda dua dan empat yang masuk ke Jalan Malioboro berkisar antara 50
hingga 100 unit per menit, Badan Lingkungan Hidup (BLP), Pemprov DIY, dari
hasil pemeriksaan pada bulan Maret dan September 2009 tingkat polusi udara di
kawasan Malioboro sudah di atas ambang batas yakni sebesar 73,7 padahal baku
mutunya 7,0 dan Pb-nya 1,13 sedangkan baku mutu-nya 2. Jl.Malioboro kadar CO2 :
14,667 ppm, dan kendaraan yang
didominasi oleh kendaraan bernomor pelat luar Yogyakarta. Kemungkinan
ini merupakan kendaraan para wisatawan yang ingin berlibur di jogja. Hal ini
memberikan efek buruk bagi udara malioboro yang notabene sebagai tempat tujuan
utama wisata, seharusnya malioboro bebas dari macet dan polusi agar wisatawan
yang berkunjung merasa nyaman dan tenang, tidak semrawut seperti sekarang,
perlunya langkah untuk pemerintah mendorong andong dan becak sebagai kendaraan
utama di malioboro agar kawasan tersebut terbebas dari kepulan asap kendaraan
bermotor. Asap kendaraan bermotor yang mengandung zat berbahaya bagi kesehatan.
Seperti karbonmonoksida dan timabal, jika tidak adanya perhatian terhadap
kendaraan yang melintasi di jalan malioboro, mungkin 10 tahun kedepan malioboro
seperti Jakarta yang tingkat kemacetannya sangat parah dan tingkat pencemaran
udara yang ditimbulakan asap kendaraan bermotor sangat tinnggi. Hal ini agar
andong tidak punah karena tergerus oleh kendaraan yang modern, pemerintah jogja perlu memperhatikan andong
agar lebih di perhatikan. Dengan sistem manajemen pengolahan kawasan malioboro
yang baik malioboro bisa terhindar dari macet. Misalnya: andong yang beropersai
di malioboro berjumlah 50 andong dan 50 becak, dengan perkiraan panjang jalan
malioboro sekutar 200 meter kita membagi 5 halte yang berisikan 10 andong dan
10 becak, jarak antara halte satu dengan yang lainnya 40 meter
hal ini akan memudahkan bagi penumpang dan bagi pemilik andong juga mendapatkan
penghasilan yang merata, dengan tertata rapih jalan di malioboro akan bebas
dari macet.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Kota Jogja dengan segala keindahannya memiliki sebuah daya
tarik yang sangat diminiati oleh pengunjung baik lokal maupun manca negara.
Salah satu koridor Jalan yang berada di Kota Jogjakarta yang memiliki image
kawasan pariwisata adalah Jalan Malioboro. Kondisi Jalan Malioboro yang semakin
tahun semakin padat menimbulkan sebuah fenomena yag selalu terjadi di daerah
perkotaan yakni kemacetan. Bila dilihat pada waktu-waktu tertentu, kondisi
Jalan Malioboro memang sangat padat. Ditakutkan dengan adanya kemacetan yang
selalu terjadi di Jalan menuju malioboro atau bahkan di Jalan Malioboro akan
merusak image yang telah dimiliki. Bila melihat jalanan Malioboro kita akan
menemuhi berbagai tipe kendaraan baik motorized maupun unmotorized yang saling
berhubungan langsung tanpa ada pembatasan tipe kendaraan yang melewati jalan
tersebut. Hal ini juga mengindikasikan kemacetan yang terjadi di Jalan
Malioboro saat ini juga disebabkan tidak adanya manajemen transportasi yang
baik dalam pengaturan jenis kendaraan yang boleh melewati jalan
tersebut.Strategi Penanganan Permasalahan Melalui Manajemen Perkotaan. Sebagai
pusat pariwisata tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyaknya kendaraan yang
melewati dan akan berkunjung ke koridor jalan tersebut semakin meningkat
sehingga terjadi kemacetan. Dengan adanya volume kendaraan yang semakin
meningkat dan sudah melibihi ambang kapasitas jalan diperlukan sebuah manajemen
yang mengatur kinerja jalan yang ada. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah
mengkaji sekaligus memperbaiki sistem manajemen transportasi yang ada di Jalan
Malioboro. Dilihat dari potensi yang Jalan Malioboro yang memiliki jalur
pedestrian yang baik dan penggunaan lahan di sepanjang jalannya merupakan
perdagangan, ruas jalan ini cocok untuk menjadi jalur pedestrian.
B.
Saran
Berdasarkan solusi yang kami
tawarkan semoga ada tindakan yang nyata serta dukungan dari semua pihak yang
terkait dengan pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu, permasalahan di
Malioboro bukan lagi hanya sebatas wacana saja, namun harus ada program untuk
meningkatkan obyek wisata dan perekonomian. Program tersebut seperti adanya
sanksi tegas bagi para pelanggar Peraturan Daerah khususnya mengenai ketertiban dan kebersihan.Selain
itu, adanya kesadaran masyarakat untuk menaati peraturan, menjaga lingkungan,
ketertiban lingkungan. Jika sudah ada peraturan, tapi tidak ada kesadaran masyarakat, maka peraturan tersebut akan
sia-sia.
DAFTAR
PUSTAKA
http://forum.kompas.com/nasional/60285-strategi-penanganan-kemacetan-di-koridor-jalan-malioboro.html
ANTARA/Noveradika/Koz/hhttp://www.antarafoto.com/peristiwa/v1276229125/kualitas-udara-malioborop/10.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemacetan
0 komentar:
Posting Komentar