Penyelesain Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan resmi, pada umumnya memakan waktu lama dan membutuhkan biaya yang besar karena faktor prosedur sistem peradilan sangat kompleks dan berbelit – belit. Bahkan untuk suatu kasus perdata dapat dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan sengketa sampai pada putusan hakim dibacakan. Tidak hanya itu, putusan yang telah keluar dari pengadilan pun belum tentu memberikan rasa puas bagi para pihak yang bersengketa sehingga mereka mengajukan upaya hukum seperti banding, kasasi atau peninjauan kembali.
Hal itu membuat proses penyelesaian sengketa mereka menjadi sangat tidak efektif dan efisien. Terlebih jika para pihak mempunyai kesibukan sendiri sehingga hanya punya waktu terbatas untuk mengikuti proses penyelesaian sengketa.
Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan adanya alternative lain dalam penyelesaian sengketa. Caranya dengan mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dikenal dengan istilah Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). APS merupakan salah satu alternatif dalam upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Istilah APS ini merupakan terjemahan dari Alternative Disputes Resolution (ADR). Bentuk-bentuk APS yang dikenal di Indonesia adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Hal ini terdapat dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872 selanjutnya disebut Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999.
Di Indonesia, APS sudah lama dikenal dalam konstruksi hukum adat. Secara historis, kultur masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi pendekatan kekeluargaan. Apabila timbul perselisihan di dalam masyarakat adat, anggota masyarakat yang berselisih tersebut memilih menyelesaikannya secara adat pula misalnya melalui tetua adatnya atau melalui musyawarah. Sesungguhnya penyelesaian sengketa secara adat ini yang menjadi benih dari tumbuh kembangnya APS di Indonesia.
Pengertian Sengketa
Interaksi antar manusia yang berlangsung secara terus – menerus dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup dalam masyarakat. Namun, mengingat kepentingan manusia sangat banyak dan beragam, di dalam melakukan interaksi satu sama lain manusia selalu dihadapkan pada potensi – potensi untuk terjadi sengketa. Hal ini dapat terjadi karena kepentingan manusia tidak jarang saling bertentangan satu dengan yang lainnya.
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai – nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Secara umum sengketa terbagi dalam dua macam, yaitu sengketa menyangkut kontrak dan yang bukan menyangkut kontrak. Sengketa menyangkut kontrak dapat dibagi lagi menjadi sengketa pengusaha dengan pengusaha dan sengketa pengusaha dengan konsumen. Namun sebagai konsekuensinya, dari pengusaha ke konsumen telah memunculkan pula sengketa antara konsumen dengan konsumen. Sengketa menyangkut kontrak dapat terjadi, misalnya jika layanan yang dilakukan oleh penyedia jasa sangat buruk.
Sengketa dapat timbul karena perbedaan penafsiran baik mengenai bagaimana cara melaksanakan klausul–klausul perjanjian maupun tentang apa isi dari ketentuan – ketentuan di dalam perjanjian, ataupun disebabkan hal – hal lainnya.Secara umum, orang tidak akan mengutarakan pendapat yang mengakibatkan konflik terbuka. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan timbulnya konsekuensi yang tidak menyenangkan, di mana seseorang (pribadi atau sebagai wakil kelompoknya) harus menghadapi situasi rumit yang mengundang ketidaktentuan sehingga dapat mempengaruhi kedudukannya.
Masyarakat dalam menyelesaikan sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara formal maupun informal. Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses ajudikasi yang terdiri atas proses melalui pengadilan dan arbitrase serta proses penyenyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melaului konsultasi, negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan
A. KONSULTASI
Tidak ada suatu rumusan ataupun penjelasan yang diberikan dalam UU No. 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika melihat pada Black's Law Dictionary dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi(consultation) adalah :
Act of consulting or conferring : e.g. patient with doctor, client with lawyer. Deliberation of persons on some subject.
Dari rumusan yang diberikan dalam Black's Law Dictionary tersebut dapat diketahui, bahwa pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut.
Didalam konsultasi, klien adalah bebas untuk menentukan sendiri keputusan yang akan ia ambil untuk kepentingannya sendiri, walau demikian tidak menutup kemungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Ini berarti dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternative penyelesaian sengketa, peran dari konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidak dominan sama sekali, konsultan hanyalah memberikan pendapat (hukum), sebagaimana diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut.
B. NEGOSIASI
A. Pengertian Negosiasi
Negosiasi merupakan komunikasi langsung yang didesain untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang sama atau berbeda. Komunikasi tersebut dibangun oleh para pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Negosiasi menurut Fisher dan Ury (1991) adalah komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda.
Negosiasi dilakukan apabila digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang tidak terlalu rumit, di mana para pihak berkeinginan untuk memecahkan masalahnya. Dengan adanya itikad baik dan rasa saling percaya para pihak berusaha untuk dapat memecahkan masalahnya agar tercapai kesepakatan.
B. Ciri-Ciri Negoisasi
Terdapat beberapa karakteristik yang umum terdapat dalam negotiation situations yang merupakan ciri-ciri negoisasi, yaitu :
1. Terdapat dua atau lebih pihak, baik individu, kelompok, maupun organisasi di mana mereka saling berkomunikasi.
2. Terdapat konflik kepentingan di antara para pihak tersebut dan mereka berusaha mencari cara untuk mengatasi konflik tersebut.
3. Masing-masing pihak berpikir bahwa ia dapat menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik daripada hanya menerima apa yang pihak lain berikan.
4. Para pihak merasa lebih baik mencari kesepakatan daripada harus bertengkar secara terbuka.
5. Para pihak saling mengharapkan perubahan atas tuntutan masing-masing.
6. Kesuksesan dalam bernegoisasi melibatkan pengelolaan sesuatu yang tak berwujud, yaitu kondisi psikologis yang secara langsung atau tidak langsung memepengaruhi para pihak selama berlangsungnya negoisasi.
C. Teknik Negoisasi
Secara umum terdapat beberapa teknik negoisasi yang dikenal masyarakat yaitu :
1. Teknik negoisasi kompetitif
Unsur-unsur yang menjadi ciri negoisasi kompetitif adalah sebagai berikut :
a. Mengajukan permintaan awal yang tinggi di awal negoisasi.
b. Menjaga tuntutan agar tetap tinggi sepanjang proses negoisasi dilangsungkan.
c. Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas.
d. Secara psikologis, perunding yang menggunakan teknik ini menganggap perunding lain sebagai musuh.
e. Menggunakan cara-cara yang berlebihan dan melemparkan tuduhan-tuduhan dengan tujuan menciptakan ketegangan dan tekanan terhadap pihak lawan.
2. Teknik negoisasi kooperatif
Teknik negoisasi kooperatif menganggap pihak negoisator lawan bukan sebagai musuh, melainkan sebagai mitra kerja untuk mencari common ground. Para pihak berkomunikasi untuk menjajaki kepentingan, nilai-nilai bersama, dan bekerja sama. Hal yang dituju oleh sang negoisator adalah penyelesaian sengketa yang adil berdasarkan analisis yang objektif dan atas fakta hukum yang jelas.
3. Teknik negoisasi lunak
a. Negoisator adalah teman
b. Tujuan perundingan adalah kemenangan
c. Memberi konsesnsi untuk menjaga hubungan baik
d. Mempercayai perunding lawan
e. Mudah mengubah posisi
4. Teknik negoisasi keras
a. Negosiator dipandang musuh
b. Tujuan untuk kesepakatan
c. Menuntut konsesi sebagai prasyarat dari pembinaan
d. Keras terhadap orang maupun masalah
e. Tidak percaya perunding lawan dan memperkuat posisi
5. Teknik negoisasi interest based
Teknik ini merupakan jalan tengah yang ditawarkan atas pertentangan teknik keras-lunak. Teknik ini dipilih karena pemilihan teknik keras berpotensi menemui kebuntuan dalam negoisasi, terlebih apabila bertemu dengan sesama perunding yang bersifat keras, sedangkan perunding lunak berpotensi sebagai pecundang.
D. Tahap-Tahap Negoisasi
Howard Raiffia dalam pengamatannya membagi tahap-tahap negoisasi menjadi :
1. Tahap persiapan
Dalam mempersiapkan perundingan, hal pertama yang dipersiapkan adalah apa yang kita butuhkan (know yourself). Hal kedua adalah know your adversaries. Kita perlu memperkirakan tentang kepentingan dan kebutuhan alternatif mereka. Tindakan selanjutnya adalah merencanakan hal yang berkaitan dengan negotiating conventions, seberapa jauh kita harus memepercayai perunding lawan.
2. Tahap Tawaran Awal (Opening Gambit)
Dalam tahap ini biasanya seorang perunding mempersiapkan strategi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan siapakah yang harus terlebih dahulu menyampaikan tawaran. Apabila kita menyampaikan tawaran awal dan perunding lawan tidak siap, terdapat kemungkinan tawaran pembuka kita mempengaruhi persepsi tentang reservation price dari perunding lawan.
3. Tahap Pemberian Konsesi
Dalam tahap ini seorang perunding harus dengan tepat melakukan kalkulasi tentang agresifitas serta harus bersikap manipulatif. Yang lebih penting adalah kemampuan negosiator memainkan peran dalam konsesi dan menjaga penawaran sampai pada tingkat yang diinginkan.
4. Tahap Akhir Permainan
Tahap akhir permaianan adalah pembuatn komitmen atau membatalkan komitmen yang telah dinyatakan sebelumnya. Negosiasi dapat berlangsung secara efektif dan mencapai kesepakatan yang bersifat stabil apabila terdapat berbagai kondisi yang mempengaruhinya, meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Pihak-pihak bersedia bernegoisasi secara sukarela berdasarkan kesadaran penuh.
b. Pihak-pihak siap melakukan negoisasi.
c. Mempunyai wewenang mengambil keputusan.
d. Memiliki kekuatan yang relatif seimbang sehingga dapat menciptakan saling ketergantungan.
e. Mempunyai kemampuan menyelesaikan masalah
C. MEDIASI
Mediasi merupakan penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak sengketa dengan dibantu oleh mediator. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.
Persyaratan Mediator
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 ditentukan kriteria untuk menjadi mediator lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan, yaitu :
· Cakap melakukan tindak hokum
· Berumur paling rendah 30 tahun
· Tidak ada keberatan dari masyarakat (setelah diumumkan dalam jangka waktu satu bulan)
· Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.
Selain itu, mediator (atau pihak ketiga lainnya) harus memenuhi syarat sebagai berikut :
· Disetujui oleh para pihak yang bersengketa
· Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dengan salah satu pihak yang bersengketa.
· Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa
· Tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya.
Tahap-tahap dalam proses mediasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pada umumnya para pihak setuju untuk lebih dulu memilih seorang mediator atau dapat pula minta bantuan sebuah organisasi mediasi untuk menunjuk atau mengangkat mediator.
b. Kadang – kadang dapat terjadi bahwa suatu mediasi dimulai dan seorang mediator diangkat oleh pengadilan. Hal itu menyebabkan ketentuan tentang bagaimana proses beracara secara formal menjadi berlaku.
c. Dalam banyak kasus ( khususnya di luar negeri ) terdapat konferensi awal atau konferensi jarak jauh di mana masalah prosedural disepakati. Sering kali, pada tahap itu, para pihak saling menyampaikan posisi masing – masing secara tertulis sebelum mediasi sebenarnya dilaksanakan.
d. Mediasi dapat dilaksanakan di mana pun, setiap tempat, yang dinilai nyaman dan menyenangkan oleh para pihak.
e. Dalam mediasi, pada umumnya para pihak bertemu secara bersama, dimana mediator menyampaikan kata pembukaan dan menjelaskan proses mediasi.
f. Dalam pertemuan dengan para pihak, mediator akan mengundang dan berbicara dengan salah satu pihak secara pribadi dan rahasia selama berlangsungnya mediasi.
g. Jika muncul rasa permusuhan yang sangat kuat sehingga para pihak tidak siap mengadakan pertemuan bersama, hal itu tidak membuat gagalnya mediasi, yang dibutuhkan adalah pera yang lebih aktif di pihak mediator.
h. Prose situ sangat fleksibel dan dibentuk dengan pengarahan mediator yang akan menyesuaikannya atas kekhususan perselisihan agar masih dalam jangkauan dan memperkuat setiap tahap yang telah dicapai.
Berakhirnya Mediasi
a. Apabila tercapai suatu kesepakatan, para pihak akan menandatangani sebuah dokumen penyelesaian yang selanjutnya akan dip roses ke dalam bentuk perjanjian yang mengikat.
b. Jika kesepakatan tidak tercapai, para pihak dapat mengakhiri mefiasi dengan mengajukan pengunduran diri dari proses mediasi (secara tertulis kepada mediator dan pihak lainnya)
D. KONSILIASI
Apabila pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dan pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar dari sengketa, proses ini disebut dengan konsiliasi. Penyelesaian sengketa model konsiliasi mengacu pada pola proses penyelesaian sengketa secara konsensus antarpihak, dimana pihak netral dapat berperan secara aktif maupun tidak aktif. Pihak-pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.
Apabila dalam perundingan di tingkat konsiliasi ini terjadi kesepakatan para pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya didaftarkan di PHI untuk mendapatkan Akta Bukti Pendaftaran. Sebaliknya apabila tidak terjadi kesepakatan, maka pihak yang merasa kurang puas atau tidak sesuai dengan tuntutannya dapat mengajukan surat gugatan ke PHI.
Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi ini harus tuntas dalam waktu 30 hari kerja, terhitung sejak menerima permintaan dari salah satu pihak atau para pihak yang beperkara dalam satu perusahaan.
E. ARBITRASE
Kata arbitrase berasal dari bahasa Latin arbitrare yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan“. Dikaitkannya istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah – olah member petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu memerhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para pihak, tetapi cukup mendasarkan pada kebijaksanaan. Pandangan tersebut keliru karena arbiter juga menerapkan hukum seperti apa yang dilakukan oleh hakim di pengadilan.
Secara umum arbitrase adalah suatu proses di mana dua pihak atau lebih menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (disebut arbiter) untuk memperoleh suatu putusan yang final dan mengikat. Dari pengertian itu terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu : adanya suatu sengketa; kesepakatan untuk menyerahkan ke pihak ketiga; dan putusan final dan mengikat akan dijatuhkan.
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 disebutkan: “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa“. Dari pengertian Pasal 1 butir 1 tersebut diketahui pula bahwa dasar dari arbitrase adalah perjanjian di antara para pihak sendiri, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa apa yang telah diperjanjikan oleh para pihak mengikat mereka sebagai undang – undang.
Pengaturan Arbritase di Indonesia
Dalam peraturan di Indonesia, sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, ketentuan – ketentuan tentang arbitrase tercantum dalam Pasal 615 sampai Pasal 651 dari Reglement op de Rechtsvorderin (Rv), yang merupakan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Perdata untuk penduduk Indonesia yang berasal dari Golongan Eropa atau yang disamakan dengan mereka.
a. Pasal 377 HIR
Tata hukum di Indonesia memiliki aturan mengenai arbritase. Landasan hukumnya bertitik tolak dari Pasal 377 HIR atau pasal 705 RBG yang menyatakan bahwa jika orang Indonesia dan orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa.
Pasal ini menegaskan hal – hal sebagai berikut :
1. Pihak–pihak yang bersangkutan diperbolehkan menyelesaikan sengketa melalui juru pisah atau arbitrase.
2. Arbitrase diberi fungsi dan kewenangan untuk menyelesaikannya dalam bentuk keputusan.
3. Untuk itu, baik para pihak maupun arbiter “ wajib “ tunduk menuruti peraturan hukum acara yang berlaku bagi bangsa bangsa atau golongan Eropa.
b. Pasal 615 – 651 Rv
Sebagaimana sudah dijelaskan, landasan aturan keberadaan arbitrase berpijak pada ketentuan pasal 377 HIR. Akan tetapi, HIR maupun RBG tidak memuat aturan lebih lanjut tentang arbitrase. Untuk mengisi kekosongan aturan tentang arbitrase, Pasal 377 HIR atau pasal 705 RBG langsung menunjuk aturan pasal–pasal arbitrase yang terdapat dalam Reglement Hukum Acara Perdata. Hal itu jelas terbaca dalam kalimat “wajib memenuhi peraturan pengadilan perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa”).
Sebagai pedoman umum aturan arbitrase yang diatur dalam Reglemen Acara Perdata meliputi lima bagian pokok berikut :
1. Bagian pertama (615 – 623) : Persetujuan arbitrase dan pengangkatan arbiter.
2. Bagian kedua (624 – 630) : Pemeriksaan di muka badan arbitrase.
3. Bagian ketiga (631 – 640) : Putusan arbitrase.
4. Bagian keempat (641 – 647) : Upaya–upaya terhadap putusan arbitrase.
5. Bagian kelima (647 – 651) : Berakhirnya acara – acara arbitrase.
Penggunaan Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtvordering, Staadblad 1847 : 52), Pasal 377 Reglemen Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement Staadblad 1941 : 44), dan Pasal 705 Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buistengewesten, staatsblad 1927:227) sebagai pedoman arbitrase sudah tidak memadai lagi dengan ketentuan dagang yang bersifat internasional. Pembaharuan pengaturan mengenai arbitrase sudah merupakan conditio sine qua non dan perlu perubahan secara substantive dan filosofis atas pengaturan mengenai arbitrase yang ada.
Pada tanggal 12 Agustus 1999, telah disahkan Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999. Undang – Undang ini merupakan perubahan atas pengaturan mengenai arbitrase yang sudah tidak memadai lagi dengan tuntutan perdagangan Internasional. Ketentuan arbitrase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtvordering, Staadblad 1847 : 52), Pasal 377 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui dan pasal 705 Reglemen acara untuk daerah luar jawa dan Madura sudah tidak berlaku.
Jenis – jenis arbitrase menurut Rv yaitu :
a. Arbitrase Ad Hoc (Volunter Arbitrase)
Disebut dengan arbitrase ad hoc atau volunteer arbitrase karena sifat dari arbitrase ini yang tidak permanan atau insidentil. Arbitrase ini keberadaannya hanya untuk memutuskan dan menyelesaikan suatu kasus sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan arbitrase ad hoc inipun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. (para) arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara pengangkatan (para) arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa, tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku. Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan-pemilihan dan penentuan hal–hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah ditentukan oleh undang – undang.
b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Arbritase Institusional ini merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk menyelesaikan sengketa yang terbit dari kalangan dunia usaha. Hampir pada semua negara – negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri – sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penunjukan lembaga ini berarti menundukkan diri pada aturan –aturan main dari dan dalam lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan – peraturan yang berlaku untuk masing–masing lembaga tersebut.
Arbitrase Institusional adalah arbitrase yang melembaga yang didirikan dan melekat pada suatu badan (body) atau lembaga (Institution)tertentu. Sifatnya permanen dan sengaja dibentuk guna menyelesaikan sengketa yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan perjanjian. Setelah selesai memutus sengketa, arbitrase institusional tidak berakhir. Pada umumnya, arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara pemeriksaan sengketa tersendiri. Arbiternya ditentukan dan diangkat oleh lembaga arbitrase institusional sendiri.
Syarat-syarat arbritase
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang–Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dapat diselesaikan melalui Arbitrase atau Alternatif penyelesaian Sengketa adalah sengketa atau perbedaan pendapat yang timbul atau mungkin timbul antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah diperjanjikan sebelumnya bahwa penyelesaiannya akan ditentukan dengan cara arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat (3) Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan perjanjian tertulis arbitrase harus memuat :
1. Masalah yang dipersengketakan
2. Nama lengkap dan tempat tinggal para pihak
3. Nama lengkap dan tempat tinggal arbiter atau majelis arbiter
4. Tempat arbiter atau majelis arbiter akan mengambil keputusan
5. Nama lengkap Sekretaris
6. Jangka waktu penyelesaian sengketa
7. Pernyataan kesediaan dari arbiter
8. Pernyataan kesediaan dari para pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Apabila perjanjian yang dibuat tidak memuat syarat– syarat seperti yang disebutkan di atas, maka perjanjian tersebut batal demi hukum, akan tetapi dalam Pasal 10 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal dengan alasan – alasan sebagai berikut :
1. Meninggalkan salah satu pihak
2. Bangkrutnya salah satu pihak
3. Novasi
4. Insolvensi salah satu pihak
5. Pewarisan
6. Berlakunya syarat – syarat hapusnya perikatan pokok
7. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialih tugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut
8. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok
Dalam hal para pihak sudah memperjanjikan bahwa sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase, maka apabila timbul sengketa, pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e- mail atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku.
Surat pemberitahuan untuk mengadakan arbitrase tersebut harus memuat dengan jelas
a. Nama dan alamat
b. Penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku
c. Perjanjian atau masalah yang terjadi sengketa
d. Dasar gugatan dan jumlah yang digugat, apabila ada
e. cara penyelesaian yang dikehendaki
f. Perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbitrase atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil
Mekanisme Arbritase
Pada prinsipnya para pihak yang bersengketa bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, penentuan acara arbitrase ini harus diperjanjikan secara tegas dan tertulis. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak. Apabila sudah ditentukan lembaga yang dipilih, maka penyelesaian sengketa dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih kecuali ditetapkan lain oleh para pihak. Dalam perjanjian tersebut harus ada kesepakatan mengebnai ketentuan jangka waktu dan tempat diselenggarakan arbitrase. Apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak ditentukan, maka arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila:
a. Diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu, misalnya karena adanya gugatan antara atau gugatan insidentil di luar pokok sengketa, seperti permohonan jaminan
b. Sebagai akibat ditetapkan putusan provisional atau putusan sela lainnya, atau
c. Dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan
Sebaliknya apabila para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk baik yang ditunjuk oleh para pihak, atau diperiksa dan diputus menurut ketentuan Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999. Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis tetapi tidak menutup kemungkinan pemeriksaan sengketa dilakukan secara lisan apabila hal ini disetujui oleh para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase . dalam pemeriksaan sengketa, para pihak yang bersengketa diberi kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat masing – masing dan para pihak dapat diwakili oleh kuasanya yang dikuasakan dengan kuasa khusus. Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh arbiter atau majelis arbitrase, pemohon harus menyampaikan surat gugatannya kepada arbiter atau majelis arbitrase.
Surat gugatan tersebut harus memuat sekurang – kurangnya :
a. Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak
b. Uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti – bukti. Dalam hal ini salinan perjanjian arbitrase harus juga diajukan sebagai lampiran Isi gugatan yang jelas. Apabila isi gugatan berupa uang, harus disebutkan jumlahnya yang pasti. Setelah menerima surat gugatan dari pemohon, arbiter atau majelis arbitrase menyampaikan satu salinan gugatan tersebut kepada termohon dengan disertai perintah bahwa termohon harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan gugatan tersebut oleh termohon. Apabila setelah 14 (empat belas) hari, termohon tidak menyampaikan jawabannya, maka termohon akan dipanggil untuk menghadap dimuka sidang arbitrase selambat– lambatnya 14 (empat belas) hari sejak dikeluarkannya perintah itu. Kepada termohon akan diperintahkan untuk menyerahkan salinan jawaban kepada pemohon Arbiter atau majelis Arbitrase memerintahkan agar para pihak atau kuasa mereka menghadap dimuka sidang arbitrase selambat – lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak dikeluarkannya perintah itu. Apabila selambat – lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan dilakukan, termohon masih juga tidak datang kemuka persidangan tanpa alasan yang sah, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa kehadiran termohon dan gugatan pemohon dikabulkan seluruhnya kecuali apabila gugatan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. Apabila para pihak datang menghadap pada hari sidang yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase akan mengusahakan perdamaian dan apabila usaha perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase akan membuat akta perdamaian . akta perdamaian yang dikeluarkan oleh arbiter atau majelis arbitrase, bersifat final dan mengikat para pihak. Sebaliknya apabilla usaha perdamaian yang dilakukan arbiter atau majelis arbitrase tidak berhasil, maka pemeriksaan terhadap pokok sengketa akan dilanjutkan
Kelebihan dan Kekurangan Arbitrase
Kelebihan Arbitrase
Badan arbitrase komersial Internasional ini sekarang menjadi cara penyelesaian sengketa bisnis yang paling disukai. Alasan – alasan para pengusaha menyukai badan ini daripada pengadilan nasional bermacam – macam. Yakni:
a. umumnya pengadilan nasional kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat penguasa (bisnis), sedangkan arbitrase komersial internasional merupakan pengadilan pengusaha yang eksis untuk menyelesaikan sengketa–sengketa di antara mereka (kalangan bisnis) dan sesuai kebutuhan mereka.
b. Banyak pengadilan negara tidak mempunyai hakim–haki yang berkompeten atau yang berspesialisasi hukum komersial internasional, sehingga karena keadaan ini pula mengapa para pihak lebih suka cara arbitrase.
c. Berperkara melalui arbitrase lebih murah. Sebagai contoh, biaya administratif (untuk pendaftaran) yang di dalam kerangka arbitrase ICSID adalah US$ 100. Biaya untuk arbitrator adalah US$ 650 per hari plus biaya – biaya perjalanan dan biaya hidup lainnya.
d. Berperkara melalui badan arbitrase tidak begitu formal dan lebih fleksibel. Hakim, dalam hal ini arbitratornya, tidak perlu terikat dengan aturan – aturan proses berperkara seperti halnya yang terjadi pada pengadilan nasional.
e. Karena sifat fleksibilitas dan tidak adanya acara formil – formilan ini nantinya berpengaruh pula pada para pihak yang bersengketa. Yakni, mereka menjadi tidak terlalu bersitegang di dalam proses penyelesaian perkara.
f. Melalui badan arbitrase, para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk memilih hakim (arbitrator) yang mereka anggap dapat memenuhi harapan mereka baik dari segi keahlian atau pengetahuannya pada sesuatu bidang tertentu.
g. Faktor kerahasiaan proses berperkara dan keputusan yang dikeluarkan merupakan alasan utama mengapa badan arbitrase ini menjadi primadona para pengusaha.
h. Tidak adanya pilihan hukum yang kaku dan tidak ditentukan sebelumnya.
i. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini tidak harus melulu diselesaikan menurut proses hukum ( tertentu saja), tetapi juga dimungkinkan suatu penyelesaian secara kompromi di antara para pihak.
Kekurangan Arbitrase
Meskipun arbitrase menyandang berbagai keuntungan seperti telah dikemukakan di atas, namun di dalam prakteknya pun ternyata arbitrase memiliki kelemahan–kelemahan yakni:
a. Untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa dan untuk membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah. Kedua pihak harus sepakat. Padahal untuk dapat mencapai kesepakatan atau persetujuan itu kadang –kadang memang sulit.
b. Pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing. Dewasa ini, di banyak negara masalah tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing ini masih menjadi soal yang sulit.
c. Dalam arbitrase tidak dikenal adanya preseden hukum atau keterikatan kepada putusan – putusan arbitrase sebelumnya. Jadi, setiap sengketa yang telah diputus dibuang begitu saja, meski di dalam putusan tersebut mengandung argumentasi – argumentasi hukum para ahli – ahli hukum kenamaaan.
d. Arbitrase ternyata tidak mampu memberikan jawaban yang definitif terhadap semua sengketa hukum. Hal ini berkaitan erat dengan adanya konsep yang berbeda dengan yang ada di setiap negara. Bagaimanapun juga keputusan arbitrase selalu bergantung kepada bagaimana arbitrator mengeluarkan keputusan yang memuaskan keinginan para pihak.
e. Menurut Prof. Dr. Komar Kantaatmadja, SH.,LLM ternyata arbitrase pun dapat berlangsung lama dan karenanya membawa akibat biaya yang tinggi terutama dalam hal arbitrase luar negeri.
Label:
Materi kuliah,
sekitarku
Manusia dan Ideologi
Ideologi adalah segala sesuatu yang dijadikan sebagai pusat landasan perilaku, dan tujuan hidup manusia. Ideologi merupakan landasan gerak perbuatan manusia, dengan kata lain ideologi merupakan bentuk pilihan dan puncak tujuan manusia. Setiap manusia akan menjalin interaksi hubungan sosial kemasyarakatan berdasarkan ideologi yang dianutnya. Kecenderungan pada ideologi saat ini merupakan hal penting karena manusia akan berusaha dan bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan yang dihadapinya untuk sampai pada tujuan dan cita-cita ideologisnya.
Salah satu kekhususan ideologi adalah manusia, sadar atau tak sadar, membandingkan segala fenomena dan perkara dengannya bahkan menjadikannya tolak ukur dalam menimbang dan mengkaji nilai-nilai yang berhubungan dengan realita kehidupannya. Sebagai contoh, seseorang yang meletakkan ilmu sebagai nilai penting dalam kehidupannya, maka manusia yang paling berharga menurutnya adalah manusia yang paling banyak ilmu dan pengetahuannya, dalam hal ini tidak dibedakan bahwa ilmunya bermanfaat bagi kemanusiaan atau tidak. Atau seseorang yang menempatkan pelayanan terhadap orang lain sebagai ideologinya, dengan demikian ia akan menilai orang lain sesuai dengan kualitas pelayanannya kepada manusia, manusia yang paling terhormat dan berharga dalam pandangannya adalah orang yang khidmatnya pada manusia paling banyak dan berkualitas.
1. Nilai kehidupan manusia yang terletak dalam Ideologi
Kehidupan manusia tanpa ideologi seperti hidup tanpa arah dan tujuan. Mayoritas manusia yang menganggap bahwa hidup ini tidak mempunyai tujuan disebabkan karena mereka belum mendapatkan suatu penjelasan rasional dari tujuan kehidupan.
Seseorang yang tidak memiliki ideologi yang rasional pasti akan merasakan beban yang sangat berat dalam menjalani hidup ini. Manusia yang tidak mempunyai tujuan dalam kehidupannya seperti seorang yang tersesat di tengah jalan tanpa mengetahui arah kemana ia akan pergi beranjak. Sebuah ideologi dapat memberikan harapan kepada manusia dan dengan harapan tersebut manusia bisa mendapatkan pandangan dalam kehidupannya sendiri. Dengan ideologi manusia dapat berkhidmat lebih besar kepada kemanusiaan serta dapat memperoleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari sekedar makan, tidur, pakaian dan bersenang-senang.
2. Keterkaitan antara Manusia dan Ideologi
Setiap manusia pasti menginginkan kesempurnaan dalam hidupnya. Sebagai contoh, seorang mahasiswa baru yang belajar di universitas ingin cepat menyelesaikan tugas akhirnya dan ingin segera melanjutkan kerja, karena ia ingin segera menginprstasikan ilmu yang ia dapat saat kuliah
Dari semua itu dapat disimpulkan bahwa pertama, setiap individu manusia mempunyai kecenderungan pada kesempurnaan. Dalam hal ini, memang sangat bergantung kepada pengajaran dan pendidikan, pandangan dunia, lingkungan sosial, dan tingkat keilmuan, kecerdasan dan spiritual. Kedua, terdapat beberapa faktor dan sebab sebagai penghalang manusia dalam mencapai kesempurnaan, seperti seorang mahasiswa yang ingin melanjutkan kuliah kejenjang doctoral, tapi karena kendala keuangan akhirnya ia tak bisa meraih cita-citanya.
Setiap individu masing-masing memiliki ideologi, terkadang ideologi seseorang meliputi kekayaan materi, kekuasaan, ilmu, kecintaan, dan pelayanan kepada sesama manusia. Tidak diragukan bahwa pemihakan seseorang terhadap suatu ideologi tertentu dikarenakan manusia ingin mengantarkan dirinya kepada kesempurnaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kecenderungan manusia kepada kesempurnaan mendorong dan memotivasinya untuk memilih salah satu ideologi.
3. Ideologi, motivator manusia
Ideologi sebagai faktor penggerak seluruh potensi yang dimiliki manusia. Manusia mempunyai bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang tak terbatas dan untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut membutuhkan sebuah penggerak. Penggerak ini memberikan motivasi dan kekuatan inspirasi kepada manusia sehingga seluruh potensinya menjadi aktual dan wujudnya menjadi sempurna.
kesimpulannya, pilihan ideologi bisa mengaktualkan potensi-potensi manusia yang merupakan bahan dasar bagi kesempurnaan wujud manusia itu sendiri.
4. Ideologi, Tolok Ukur Tujuan Hidup
Apabila manusia memiliki ideologi dan tujuan hidup yang benar dan rasional, maka kehidupan manusia niscaya akan sampai pada arah dan tujuan hakiki. Pemihakan manusia terhadap ideologi yang tepat akan memudahkan manusia dalam menentukan jalan hidup mereka untuk mencapai kesempurnaan karena ideologi dapat dijadikan sebagai tolok ukur dan petunjuk kebenaran.
5. Ideologi Merupakan Pengontrol
Salah satu fenomena yang terdapat dalam jiwa manusia adalah kecenderungan mengambil keuntungan dan manfaat. Dalam kecenderungan ini,berarti bahwa manusia senantiasa mencari keuntungan dan manfaat bagi dirinya sendiri dan terkadang untuk mewujudkannya mereka tidak ragu untuk merampas hak-hak orang lain tanpa perasaan malu. Kecenderungan manusia ini hadir dalam bentuk dan sifat yang beraneka ragam, menjadi titik perhatian dan bahan pembicaraan kaum psikolog. FREUD, psikolog barat terkenal, menamai fenomena itu dengan “aku” atau “ia” dan beranggapan bahwa “aku” ini berpijak pada kenikmatan dan kesenangan, yang mencangkup penyebab terwujudnya kesenangan dan kenikmatan untuk manusia akan membangkitkan kecenderungan egonya. Psikolog lain menyebut fenomena itu dengan “saya ingin” dan berkeyakinan bahwa keinginan manusia mempunyai daya tarik yang tidak terbatas. Dalam Islam fenomena ini disebut dengan “menyembah diri”.
Seluruh hukum, undang, dan peraturan tentang hak-hak dan kewajiban manusia yang tercipta dilatar belakangi untuk mengontrol dan mengatur keinginan manusia yang tak terhingga agar tercipta hubungan sosial kemasyarakatan yang adil dan beradab.
Untuk mengatur keinginan manusia yang tidak terbatas, ada yang menyatakan bahwa hal itu dapat dikontrol dengan perantaraan ilmu, yang lain beranggapan bahwa dapat dikendalikan dengan etika, dan sebagian berkesimpulan bahwa kecenderungan dan keinginan itu harus dimatikan karena tidak ada metode yang efektif yang dapat mengendalikan dan mengaturnya.
Etika sendiri hanyalah peraturan dan hukum yang berada di luar jiwa karena itu tidak mempunyai daya kontrol yang tetap dan esensial pada kecenderungan jiwa manusia.
6. Ideologi, Mewujudkan Keseimbangan Sosial
Peradaban dan budaya suatu masyarakat dikatakan tinggi dan cemerlang ketika memiliki ideologi. Setiap masyarakat berusaha mengarahkan masyarakatnya demi mencapai tujuan ideologi yang menjadi panutan mereka. Masyarakat yang tanpa ideologi akan kehilangan nilai lama – kelamaan akan mengalami kehancuran. Begitu banyak peradaban yang secara lahiriah sangat maju, tapi bila dilihat secara internal mereka mengalami benturan dan ketidakharmonisan, hal ini dikarenakan ideologi yang tepat tidak dapat teraplikasi pada seluruh bagian masyarakat.
7. Ideologi dan Kedudukan Manusia di Alam Semesta
Manusia senantiasa ingin mengetahui apa posisi dan kedudukannya di alam semesta ini, dari mana mereka datang, kemana mereka akan pergi, kenapa hidup di dunia ini, dan mengapa mesti meninggalkan dunia ini. Untuk memahami masalah tersebut, manusia memerlukan pandangan dunia dan ideologi yang benar. Tidak semua ideologi di dunia ini mampu memberikan solusi atas keseluruhan persoalan yang dihadapi manusia, dengan demikian seharusnya manusia bersungguh-sungguh dalam mengkaji ideologi-ideologi yang ada
8. Ideologi dan Persatuan Bangsa-Bangsa
Penderitaan akan meliputi dunia ini apabila tidak terwujud persatuan antar bangsa. Selain dibutuhkan di antara bangsa-bangsa yang ada, diperlukan juga di antara individu-individu dalam masyarakat atau kelompok. Persoalan hidup akan lebih sulit untuk diselesaikan tanpa adanya persatuan, karena tanpanya tiap individu akan memikirkan keinginannya sendiri tanpa memperhatikan akibat yang akan ditimbulkan oleh keiginannya itu.
Kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan bahasa, suku, tempat, dan kebangsaan yang sama tak mampu menyambung tali persatuan di antara mereka, bahkan banyak bangsa – bangsa yang memiliki bahasa yang sama tetapi saling berperang dan menjajah satu sama lain. Dengan demikian, satu-satunya faktor yang dapat menyatukannya adalah ideologi. Ideologi diyakini akan mengarah pada kesempurnaan, karena dapat menciptakan keharmonisan dan kerjasama.
Ideologi Pancasila dalam kehidupan Manusia
Pancasila merupakan dasar dan landasan utama ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dan wajib ditaati oleh semua Warga Negara Indonesia dan tentunya wajib di amalkan kelima pilarnya tersebut.
Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia untuk memiliki keyakinan dan mengakui adanya Tuhan.
Sila Kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” manusia Indonesia diharapkan menjadi pribadi yang humanis .Dan manusia ditempatkan sesuai harkatnya.
Sila ketiga” Persatuan Indonesia” menjadikan manusia yang berjiwa nasionalis dan berani untuk maju.
Sila keempat “Kemasyarakatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” Setiap manusia pasti mempunyai keinginan mengemukakan pendapat dalam hal ini sila keempat mengatur menjadikan manusia yang demokratis.
Sila kelima “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” manusia Indonesia diharapkan menjadi masnusia yang adil terhadap siapapun.
Label:
Materi kuliah,
sekitarku
Manusia dan Filsafat
Manusia dan Filsafat
A. Definisi Manusia
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya. (Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Berbicara tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam perfektif, ada yang mengatakan masnusia adalah hewan rasional (animal rasional) dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya dalam suatu kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan. Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan untu memikat dewa-dewa dan bahkan ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci. (K. Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005)
Marx menunjukan perbedaan antara manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan secara langsung bagi dirinya danketurunnya, sedangkan manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia berproduksi mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren, dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia hnya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, 1999).
B. Definisi filsafat
Pengertian filsafat - definisi filsafat menurut para ahli
Filsafat sejatinya merupakan konsep dasar mengenai kehidupan dan visi kedepan. Dalam suatu komunitas, filsafat dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebudayaan masing-masing.
Dibawah ini merupakan pengertian dan definisi filsafat menurut para ahli :
Pengertian filsafat menurut Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed. dan Mustakim, S.Pd.,MM,
Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Pengertian filsafat menurut Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
Pengertian filsafat menurut Aristoteles
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Pengertian filsafat menurut Al Farabi
Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Pengertian filsafat menurut Cicero
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Pengertian filsafat menurut Johann Gotlich Fickte (1762-1814 )
Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Pengertian filsafat menurut Paul Nartorp (1854 – 1924 )
Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Pengertian filsafat menurut Imanuel Kant ( 1724 – 1804 )
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Pengertian filsafat menurut Notonegoro
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Pengertian filsafat menurut Driyakarya
Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Pengertian filsafat menurut Sidi Gazalba
Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Pengertian filsafat menurut Harold H. Titus (1979 )
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;
Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan;
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep );
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Pengertian filsafat menurut Hasbullah Bakry
Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Pengertian filsafat menurut Prof. Dr.Mumahamd Yamin
Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Pengertian filsafat menurut Prof.Dr.Ismaun, M.Pd.
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Pengertian filsafat menurut Bertrand Russel
Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
C. Hubungan Manusia dan Filsafat
Sejak kita menjadi manusia, maka seringkali disadari ataupun tidak kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar seperti “Apakah Tujuan Hidup Kita ?”,”Apa perbedaan mendasar antara Manusia dengan Binatang ?”, “Apa makna kita hidup dalam dunia ini?” dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya disebut dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial. Untuk menjawab pertanyaan–pertanyaan tersebut ada beberapa cara yang dapat di tempuh apakah melalui dogma-dogma agama yang tertuang dalam teks-teks suci kegamaan, apakah melalui metode ilmiah atau biasa kita sebut dengan sains atau kita melakukan penalaran filsafatis.
Bila kita mencari jawabannya melalui dogma-dogma agama maka jalan ini tidak akan membawa pada kepuasan intelektual dikarenakan Religions way of knowledge yang seringkali tidak menggunakan argumentasi yang kritis di samping dominannya klaim kebenaran (truth claim) apalagi bila kita dihadapkan dengan pluralitas paham keagamaan, bayangkan apabila setiap agama memberikan jawaban yang dogmatik, maka hal ini akan membawa kita kepada kebingungan. Sedangkan jika kita melalui jalan sains maka jawaban yang diperoleh adalah jawaban yang positivistik, alih-alih mengungkapkan sisi kemanusiaan kita yang dinamis malah yang terjadi adalah gambaran manusia yang operasionalistik mekanistik dan ini akan mereduksi kompleksitas dimensi keberadaan manusia. Untuk mengantisipasi kedua hal di atas maka kita dapat menggunakan penalaran filsafatis, filsafat dapat mengatasi cara berpikir dogmatik dari agama dan cara berpikir positivistik dari sains, dengan tidak menafikan fungsi dari agama dan sains, agama dan sains dapat dijadikan titik pangkal yang kemudian diperluas dan di elaborasi lanjut dengan pisau filsafat.Walaupun kita menggunakan pisau filsafat ini tidak berarti bahwa kita secara mutlak telah sampai kepada gambaran manusia apa adanya. Filsafat tidak bertendensi untuk mencari jawaban final tetapi untuk mencari kemungkinan pertanyaan-pertanyaan baru.
Salah satu titik pangkal (initial point) dari semua pembahasan filsafat adalah pengakuannya akan realitas, tergantung pada aliran filsafat yang bersangkutan apakah realitas yang dimaksud di sini hanyalah realitas material atau juga termasuk realitas ide, abstrak atau yang immaterial. Tapi di sini kita tidak akan mempertajam membahas hal tersebut.
Kita mungkin telah mengetahui apakah secara teoritif ataupun secara intuitif bahwa hal yang paling mendasar dari segala realitas apakah itu diri kita ataupun benda-benda yang ada disekitar kita atau realitas imajianal yang kita beri pengakuan padanya adalah keberadaan/wujud/eksisten. Keberadaan adalah fondasi atau prasyarat dari segala hal yang terjadi dalam realitas. Kalau kita membawanya ke dalam bahasa yang agak religius, keberadaan adalah limpahan anugerah paling awal yang diterima oleh realitas ini sebelum realitas tersebut melakukan atau dikenai kejadian apapun. Apalah artinya keharuman bunga mawar jika bunga mawarnya tidak memiliki kebaradaan, apalah artinya ketampanan apabila menusia yang dapat menyandang predikat tersebut belum menyandang keberadaan. Bahkan sebelum kita berpikir apa-apa yang sifatnya teoritik konseptual kesadaran akan keberadaan diri kita adalah sesuatu yang sifatnya primordial jadi sifatnya lebih intuitif dibanding hasil dari penalaran. Saya ada dulu sebelum saya membahas keberadaan dalam tulisan ini.Menurut saya kesadaran akan keberadaan adalah kesadaran yang tertua atau paling purba,kita tidak akan memakan makanan kalau kita tidak yakin jika diri kita ada dan objek makanan kita ada pula.
Setelah kita mengetahui bahwa diri kita ada, pertanyaan yang muncul adalah apakah ada perbedaan antara beradanya manusia dengan beradanya benda-benda dan makhluk lain selain manusia. Jawabannya adalah positif.Secara intuitif pula kita dapat membedakan diri kita sebagai manusia dengan benda-benda mati di sekitar kita semisal batu,pasir dan meja begitu pula dengan tumbuhan dan binatang atau hewan. Kita sebagai manusia selalu merasa sewot dengan sekitar kita, kita sewot dengan tatanan rumah kita, kita sewot dengan cita rasa makanan kita, kita sewot dengan penampilan kita, kita sewot dengan kebradaan tumbuhan dan binatang disekitar kita,kita adalah makhlukh yang selalu ingin campur tangan terhadap alam ini.Kita merasa bukan sebagai manusia yang utuh apabila kita hanya makan, buang air dan istirahat, kita membutuhkan sesuatu yang lain yaitu mengotak-atik secara kognitif dan pragmatis realitas disekitar kita.Itulah manusia tidak hanya eksisten, ada secara sederhana, ada dalam realitas tapi manusia melampaui itu, manusia bereksistensi/ ada secara dinamis/ bersama dalam realitas.Manusia menyadari selalu ada perubahan pada dirinya dan lingkungannya apakah itu cepat atau lambat dengan kata lain manusia bukan hanya ada tetapi mansia selalu mengalami proses menjadi (becoming) dan ingin campur tangan dengan proses kemenjadiannya itu, dia ingin mengarahkan kemenjadiannya, dialah yang ingin meciptakan apa jadinya dirinya di masa depan. Itulah sebabnya mengapa manusia dalam filsafat perennial disebut dengan teomorfis atau makhlukh penjelmaan Tuhan di muka bumi, karena dia ingin menandingi kesibukan Tuhan.
“Kesibukan”, merupakan ciri manusia menurut Martin Heidegger. “Kesibukan” membuat manusia selalu resah dan tidak tenang. Dunia bagi manusia bukanlah sesuatu yang ‘apa adanya” tetapi keberadaanya selalu di “apakan” dan di “bagaimanakan”. Dunia bagi manusia bukanlah dunia yang telanjang, tetapi dunia yang dibungkus dengan persepsi-persepsi kemanusiaan.
Antara manusia dan dunia terjalin hubungan yang sangat mesra. Tanpa manusia kita tidak bisa membayangkan kata “dunia” sekalipun bisa lahir, karena “dunia” merupakan penanda yang sifatnya manusiawi terhadap petanda dunia riil yang berada diluar manusia, walaupun begitu penanda ini takkan bisa berhasil mewakili referensi objektifnya dengan transparan, selalu ada distorsi makna.Tanpa dunia manusia tidak akan ada , karena dunia merupakan rahim eksistensi manusia. Dunia membuat manusia menubuh, sekaligus panggung untuk menampakkan daya ruhaninya.
Filsafat ada untuk membantu manusia memaknai dirinya dan dunianya. Filsafat akan terus menerus melahirkan pertanyaan-pertanyaan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan pemaknaan yang tiada batasnya. Kemungkinan-kemungkinan pemaknaan ini merupakan cermin bagi kemungkinan-kemungkinan cara mengada dari manusia.
Karena ada banyak bidang spesialisasi yang berkaitan dengan manusia, mulai dari mereka yang didirikan di atas pengetahuan akal sehat sifat manusia sepanjang jalan ke seni dan ilmu pengetahuan, itu sama sekali tidak jelas pada pandangan pertama apakah manusia mempunyai kebutuhan lanjut filsafat untuk mengetahui dirinya sendiri. Begitu saja akan terlihat filosofi yang bisa mencapai tingkat yang benar-benar ilmiah hanya dengan pengecualian manusia dari yayasan sangat nya sebagai suatu disiplin, yaitu, melalui kritik anthropologism. Filsafat tiba di masalah manusia pada pita yang terlambat, mencapai sintesis atau generalisasi semata-mata atas dasar beberapa daerah lain spesialisasi, dan di sisi lain terlampau, karena tugas tertentu bisa saja dilakukan oleh beberapa lain, lebih khusus disiplin.
Pengertian pengetahuan umum tentang sifat manusia adalah, praktis penolakan menjemukan romantisme antropologi, untuk itu mengemukakan manusia sebagai setiap saat konfigurasi kepentingan dan sikap menyakitkan hati. Pelajaran dari utilitarianisme duniawi yang tersirat dalam bentuk pengetahuan, dimana manusia memandang manusia sebagai pesaing atau teman, tetangga atau master, penderita sesama atau kenalan, rekan atau bawahan, dan sebagainya. Melalui hubungan utilitarian sehari-hari, keakraban dengan karakter manusia, dengan kecenderungan dan kebiasaan, dibangun, dan pengetahuan ini kemudian menjadi didirikan sebagai kearifan masyarakat atau sebagai kebenaran praktis dan umum, seperti: laki-laki penipu, sifat manusia yang berubah-ubah, homo Homini Lupus. Machiavelli nasihat kepada para penguasa untuk bagaimana mereka mengatur bersandar di bagian atas ini jenis pengetahuan: "Adapun laki-laki, biarkan berikut dikatakan dari mereka pada umumnya: mereka tanpa pamrih, berubah-ubah, penipu, pengecut, serakah, asalkan Anda menunjukkan diri Anda untuk menjadi layak untuk mereka, mereka akan dengan Anda tubuh dan jiwa, dan akan menawarkan darah mereka, harta mereka, kehidupan mereka, dan anak-anak mereka, asalkan Anda tidak membutuhkan hal-hal itu, tetapi secepat Anda membutuhkan mereka, mereka akan memberontak terhadap Anda "(The Prince, Bab 17.). Hegel menganggap ini semacam pengetahuan tentang sifat manusia untuk menjadi berguna dan diinginkan, khususnya dalam kondisi politik yang buruk, ketika kehendak sewenang-wenang dari seorang individu yang mengatur dan hubungan antara manusia yang didirikan di atas intrik, tetapi pengetahuan itu sama sekali tanpa nilai filosofis, untuk itu tidak bisa bangkit dari pengamatan cerdas kejadian individu kesempatan untuk pemahaman karakter manusia secara umum.
Dalam hal ini pendekatan akal sehat untuk pengetahuan sifat manusia, manusia tidak menjadi dikenal, melainkan berbagai fungsi nya ditetapkan dan dievaluasi dalam kerangka sistem tetap. Ini bukan karakter (esensi) manusia yang dibuat pusat perhatian, tetapi hanya fungsi nya. Dalam Sistem nya Pemerintahan dan Hukum, Machiavelli berhubungan dengan manusia seolah-olah dengan beberapa entitas dimanipulasi, seperti ilmu pengetahuan modern tidak ketika memandang manusia dalam sistem industri modern dari sudut pandang proses teknologi produksi, dan secara teratur menggambarkan dia sebagai komponen- "faktor manusia"-dalam proses ini.
Seperti cara melihat sifat manusia tidak dapat melihat melalui persyaratan sendiri dan relativitas. Orang bijak duniawi disebut, yang menghitung pada kesombongan dan kenaifan, ambisi dan disuap, yang timidity dan kemalasan dari individu, dan yang melakukan transaksi diperpanjang dengan material manusia atas dasar perhitungan ini, tidak tahu bahwa kualitas atau fungsi benar-benar ada hanya dalam sistem umum manipulasi dan manipulability, sebuah sistem di mana mereka juga merupakan komponen yang tidak terpisahkan. Di luar sistem ini kualitas manusia mengalami transformasi, dan kebijaksanaan duniawi disebut kehilangan nilai dan makna.
Penelitian antropologi modern mengemukakan kompleksitas manusia sebagai asumsi dasar, sehingga mencerminkan semangat metode ilmiah dan meningkatnya jumlah disiplin ilmu yang berkaitan dengan studi manusia. Manusia adalah makhluk yang rumit, dan tidak dapat dijelaskan oleh beberapa formula metafisik sederhana. Setiap salah satu kepentingan khusus nya ditetapkan sebagai subyek disiplin ilmiah independen, sehingga dapat dianalisa dengan tepat. Berbagai ilmu antropologi khusus telah mengumpulkan massa besar bahan, tercurah temuan berharga tentang manusia sebagai makhluk biologis, makhluk budaya, makhluk sosial, dan sebagainya. Namun, meskipun kekuatan ini prestasi ilmiah, manusia sebagai manusia tidak pernah begitu besar masalah karena dia hari ini.
Perbedaan ini disebabkan konsepsi yang tidak tepat peran antropologi ilmiah. Ilmu-ilmu manusia berbagai sibuk dengan salah satu atau aspek khusus lainnya manusia. Ketika mereka menjelaskan pengamatan mereka sistematis, ilmu-ilmu ini melanjutkan dari sudut pandang mereka sendiri khusus untuk mengembangkan konsepsi manusia secara keseluruhan. Masalah yang mereka mengatasi sendiri diringkas dalam pertanyaan, Apakah manusia? Jawaban yang mereka berikan menambahkan hingga berbagai menyedihkan definisi, karena masing-masing memungkinkan itu sendiri lebih luas dan lebih luas dalam positing karakteristik mendasar manusia. Memang benar bahwa manusia adalah makhluk hidup yang memproduksi alat-alat, tetapi juga berlaku untuk mengatakan dia adalah makhluk hidup yang mempekerjakan simbol, siapa tahu kematian sendiri, yang mampu mengatakan Tidak, yang merupakan makhluk sosial, dan seterusnya. Salah satu definisi tidak dapat membantah asumsi lain, untuk setiap aspek tertentu dari manusia terisolasi, dan tidak satupun dari mereka mampu, dari sudut pandang sendiri khususnya, memberikan gagasan dari seluruh manusia, konkret, dan sebagai suatu totalitas.
Dalam mengejar pertanyaan, Apakah manusia?, Pertanyaannya, Siapa orang? adalah baik belum terjawab, atau disisihkan sama sekali.
Selama hubungan antara kedua pertanyaan-Apakah manusia? dan Siapakah manusia?-dibiarkan belum ditemukan, semua upaya untuk mencapai sebuah sintesis dari data dirakit oleh cabang khusus berbagai antropologi akan tetap sia-sia. Hanya atas dasar konsepsi yang berbeda dan mapan manusia yang disiplin sintetis akan dapat menggambar bersama data dari ilmu-ilmu parsial berbagai menjadi pengetahuan terpisahkan manusia. Konsep manusia secara keseluruhan harus menjadi premis seperti sintesis. Jika sintesis akan menjadi salah satu sisi, apakah kita menyadari hal itu atau tidak, untuk itu akan dilakukan atas dasar beberapa mengejar ilmiah khusus, dan manusia sesuai akan biologized, physicalized, sociologized, economicized, irrationalized, atau sesuatu semacam itu.
Jika manusia, dibagi menjadi ras dan bangsa, menciptakan budaya yang berbeda, mengatur dengan pemahaman dan belum diatur oleh diketahui, adalah seperti materi pelajaran ilmu pengetahuan, mengapa kemudian harus seperti keprihatinan manusia yang berbeda sebagai kebahagiaan, tanggung jawab individu, hubungan antara individu dan kolektif, arti kehidupan, dan sejenisnya, semua diabaikan? The "filsafat manusia" muncul menjadi ada dengan kesadaran bahwa Marxisme telah diabaikan tepatnya masalah ini, yang, dalam interval kritis, telah diambil oleh eksistensialisme. Dalam pengertian ini, "filsafat manusia" secara historis AC, dan tampaknya menjadi protes terhadap dehumanisasi, sebuah usaha untuk membuat manusia sekali lagi menjadi pusat perhatian. Tapi, sebaliknya, filosofi ini tidak dengan cara apapun membayangkan manusia sebagai titik awal, tetapi terlihat pada dia, bukan sebagai tambahan. Sekarang, karena kritik eksistensialis Marxis keterasingan dangkal pada landasan yang sangat mendasar, "filsafat manusia" ternyata tunduk pada kelemahan yang sama, meskipun itu dimaksudkan sebagai jawaban bagi mereka filosofi sebelumnya.
The "filsafat manusia" tidak benar-benar berangkat dari masalah filosofis sifat manusia-jika melakukannya, itu akan tiba pada suatu pendekatan baru terhadap realitas pada umumnya, dan karenanya membentuk konsepsi baru itu-tetapi hanya menambahkan manusia untuk keretakan kritis yang dilihatnya dalam kenyataan. Karena sikapnya didasarkan pada gagasan manusia sebagai suatu penyelesaian, konsepsi adalah tentu satu sisi. The "filsafat manusia" tidak bisa secara rasional menjelaskan mengapa hanya pertanyaan seperti tanggung jawab individu, moralitas, dan kebahagiaan milik masalah sifat manusia, dan bukan pertanyaan seperti kebenaran, dunia, materi, karena, waktu, dan sejenisnya . Tidak sampai ke inti masalah, pertanyaan-pertanyaan filosofis yang paling dasar dikeluarkan dari wilayahnya bunga, dan manusia dianggap secara terpisah dari masalah filosofis yang mendasar. Dengan demikian manusia adalah pada saat yang sama dibagi menjadi innerness dan outerness, menjadi subjektivitas dan objektivitas, dengan hasil bahwa "filsafat manusia" benar-benar ternyata peduli dengan hanya fragmen atau abstraksi dari manusia sejati, seperti innerness nya, subjektivitas nya , individualitasnya, dan sebagainya.
Manusia tidak bisa lagi mengabaikan fakta keberadaannya di dunia ini daripada yang dapat menjelaskan dunia sebagai realitas tanpa termasuk manusia. Pertanyaan gnosiological, apakah dan bagaimana dunia dapat eksis secara independen dari manusia benar-benar mengandaikan manusia di dunia, sehingga ia bisa mengajukan pertanyaan ini. Manusia secara implisit termasuk dalam setiap konsepsi dunia (realitas), bahwa penjajaran ini tidak selalu jelas merupakan sumber mystifications sering. Untuk menerima kehadiran manusia adalah untuk membuat pernyataan tidak hanya tentang manusia, tetapi juga tentang realitas di luar dirinya: alam, keluar dari mana manusia dikembangkan dan di mana dia ada, pada prinsipnya berbeda dari alam tanpa manusia. Tidak hanya alam sehingga ditandai dengan adanya manusia sehingga menjadi manusiawi melalui sejarah, tetapi juga menunjukkan melalui keberadaan manusia karakter dinamis dan kapasitas produktif (terutama seperti yang terlihat dalam filsafat Schelling), kapasitas untuk memproduksi (selalu atau sengaja ), dalam kondisi tertentu dan dalam tahap tertentu, suatu "bahan yang sangat terorganisir, dilengkapi dengan kesadaran." Tanpa keberadaan manusia sebagai komponen alam, konsepsi alam sebagai natura naturans, yakni sebagai produktivitas dan aktivitas, tidak terpikirkan.
Definisi, dipekerjakan oleh ilmu alam, manusia sebagai "bahan yang sangat terorganisir, dilengkapi dengan kesadaran," tidak benar-benar tanpa prasangka, dan tidak memiliki karakter nyata dari kebenaran abadi. Jika mereka yang mempekerjakan definisi ini tidak menyibukkan diri dengan prasangka, tetapi cukup tempatkan dalam kerangka ilmiah untuk penggunaan ahli biologi, ahli kimia, ahli embriologi, genetika, dan sebagainya, fakta ini tidak dengan cara apapun berbicara menentang filsafat, melainkan dalam mendukungnya. Definisi yang dikutip di atas tidak salah, melainkan menjadi palsu saat mencapai melampaui batas nya. Untuk itu mengandaikan suatu totalitas atau sistem yang menjelaskan manusia melalui sesuatu yang bukan manusia, yang berdiri di luar dirinya dan tidak karena sifatnya terikat dengan dia. Man itu di sini sebagai komponen alam, tunduk pada hukum-hukum alam. Tetapi jika harus semata-mata merupakan komponen totalitas ini bahwa ia tidak menciptakan (meskipun dia tahu hukum dan menggunakan mereka untuk tujuan sendiri), jika proses menembus dia dan hukum-hukum alam mengatur dirinya, namun hal ini tidak memiliki orang sebagai prasyarat, tetapi hanya memaksakan diri kepadanya, bagaimana fakta ini untuk berdamai dengan kebebasan manusia? Dalam kasus seperti itu, kebebasan hanyalah pengakuan keharusan. Sartre berpendapat terhadap konsepsi ini:
Kita harus memilih: manusia pertama-tama sendiri atau pertama-tama Selain dirinya sendiri. . . Heidegger dimulai dengan Berada di untuk sampai pada interpretasi manusia. Metode ini membawa dia dekat dengan apa yang kita telah disebut dialektika materialis eksternal: itu juga, dimulai dengan Being (Nature tanpa penambahan apapun asing untuk itu) agar dapat sampai pada manusia. . . (Sartre, Critique de la Raison Dialectique).
Namun argumen ini benar mungkin dalam hal kritik Sartre secara keseluruhan, dalam arti positif itu adalah problematis. Dalam pilihan apakah harus pertama-tama diri sendiri atau pertama-tama sesuatu selain diri sendiri, ada abstraksi tersirat atau pembagian konkrit asli (totalitas) manusia, yang pertama-tama dirinya hanya karena ia adalah pada saat yang sama sesuatu yang lain, dan yang adalah sesuatu yang lain hanya karena dia atau bisa menjadi dirinya sendiri.
Berbeda dengan pertanyaan, Apakah manusia, yang ditimbulkan oleh penelitian ilmiah khusus, pertanyaan filosofis, Siapa orang?? selalu menyiratkan pertanyaan lain juga, yaitu, Apakah dunia (realitas)? Hanya dalam hubungan dunia manusia bahwa masalah sifat manusia dapat digenggam. Filsafat dalam arti sebenarnya dari kata tersebut selalu berkaitan dengan masalah sifat manusia, dalam pengertian ini, setiap filsafat adalah pada saat yang sama sebuah filsafat manusia. Namun, dalam rangka untuk menerangkan masalah sifat manusia dan menjadi filosofi sejati manusia, harus merumuskan sendiri tanpa syarat sebagai filsafat tidak-man, dengan kata lain sebagai penyelidikan filosofis ke dalam realitas yang berada di luar man.
Untuk mengatakan kemudian bahwa pertanyaan, Siapa orang? adalah satu kompleks tidak untuk merujuk pada gagasan bahwa manusia memiliki, pernah berubah Proteus seperti alam. Sebaliknya, kompleksitas adalah karena, di tempat pertama, dengan fakta yang mengarah ke pertanyaan lain, dan bahwa tugas merumuskan dengan jelas, adalah proses panjang demistifikasi dan menyingkirkan penilaian terbentuk sebelumnya.
Dan pertanyaan ini adalah kompleks, di tempat kedua, karena diselesaikan oleh filsafat, tanpa bantuan oleh bidang spesialisasi ilmu, dalam hal subjek filsafat yang tepat dan asli: hubungan antara manusia dan dunia. Hanya dalam kerangka masalah filosofis bahwa pertanyaan, Siapa orang? dapat ditangani. Jika filsafat mengecualikan manusia dari materi pelajaran, atau mengurangi dia, sehubungan dengan realitas di luar manusia, ke salah beberapa aspek atau produk, maka upaya menjadi sesat, mengikuti garis, cepat atau lambat kehilangan karakter benar-benar filosofis dan mengubah sendiri baik ke dalam disiplin teknis logis atau ke dalam mitologi. Perlu dicatat bahwa seperti bertentangan kecenderungan sebagai filsafat Heidegger kemudian di satu sisi dan positivisme modern pada ujung atas baik dengan mitologi bahasa (bahasa sebagai "rumah Berada" di Heidegger) atau dengan analisis bahasa ( Carnap: "A, yaitu filosofis, penyelidikan, logis harus menjadi analisis bahasa"). Karena Wujud manusia terdiri dalam hubungannya dengan manusia, hal-hal dan realitas eksternal bagi manusia, hubungan ini dapat dilepaskan dari konfigurasi tertentu dan dinaikkan sampai Menjadi, yang "itu sendiri," seperti Heidegger mengatakan, penjelasan manusia kemudian hasil atas dasar mistifikasi ini.
Filosofi yang disebut manusia benar-benar melewati manusia oleh, karena tidak membangun hubungan antara masalah sifatnya (antara masalah lain) dan pertanyaan tentang kebenaran. Di sisi lain, berbagai teori kebenaran tiba di kesimpulan masuk akal ketika mereka tidak mempertimbangkan hubungan antara kebenaran dan masalah sifat manusia. Setelah semua, tidak Husserl, dalam Pertanyaan logis nya mengenai kritik psychologism dan relativisme, jatuh ke dalam idealisme objektif karena dia tidak memperjelas hubungan antara kebenaran obyektif dan keberadaan manusia? Husserl mengatakan benar bahwa kebenaran kehilangan maknanya bila isi dari subjek mengetahui, yang atas hukum itu tergantung. Dalam suatu kebenaran kasus ini berubah menjadi ketergantungan subjek mengetahui, sehingga kalimat, menjadi "spesies lain, undang-undang lain berpikir, kebenaran lainnya" berlaku. Bagi Husserl, hubungan antara manusia dan kebenaran adalah salah satu antara subjek mengetahui, dengan keterbatasannya, dan alam abadi nilai ideal. Ini dunia yang ideal kebenaran ada independen tidak hanya cerdas yang-baik sebagai orang tertentu atau sebagai spesies manusia pada umumnya-tetapi juga dari dunia eksistensi ruang real time. Bahkan jika tidak ada ada, keberadaan kebenaran tidak akan dasarnya menjadi berbeda. Hukum-hukum Newton ada secara independen dari keberadaan materi, meskipun karakter dan hubungan adalah apa yang memberikan ekspresi kepada hukum-hukum ini: "Apakah semua massa gravitasi akan dimusnahkan, hukum gravitasi tidak akan demikian harus disingkirkan, tetapi hanya akan tetap tanpa kemungkinan aplikasi faktual ". [1] Ini konsekuensi idealis tidak tanpa kaitannya dengan masalah sifat manusia, dan mereka berakhir di dunia manusia kesewenang-wenangan dan ketidakbenaran. Karena, menurut Husserl, kebenaran keberadaannya tidak tergantung dari manusia, yang dapat menyadari kebenaran tetap dan abadi hanya dalam pengetahuannya tentang itu, maka manusia di alam sendiri tidak selaras dengan kebenaran dan dalam prakteknya dikecualikan dari itu. Menurut teori ini, kebenaran benar dapat dikejar hanya dalam matematika dan logika, sedangkan ranah manusia dan sejarah, dikecualikan dari pengejaran ini, menjadi mangsa tidak-kebenaran.
Dalam Husserl karyanya tidak menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah fakta bahwa manusia memiliki kapasitas untuk mengetahui kebenaran obyektif (yaitu, kebenaran yang isinya independen dari individu mengamati dan kemanusiaan) tidak menunjukkan bahwa manusia yang sangat menjadi memiliki suatu penting hubungan dengan kebenaran. Jika manusia memandang kebenaran obyektif (yang Husserl tidak ragu akan terjadi), maka fakta ini sangat mencirikan dirinya sebagai makhluk yang memiliki akses terhadap kebenaran, sehingga ia tidak hanya tertutup dalam subjektivitas ras, jenis kelamin, dari sejarah waktu, kontingensi, dan partikularitas. Siapa yang esensi dalam yang Menjadi berakar, dengan cara yang unik, baik proses sosial-manusia dan realitas extrahuman? Siapa esensi yang Menjadi ditandai melalui kedua produksi praktis dari realitas manusia sosial dan reproduksi spiritual dari realitas manusia dan extrahuman, realitas secara umum?
Ini adalah keunikan manusia Menjadi bahwa kita dapat merasakan hubungan batin antara kebenaran esensial dan manusia. Realitas manusia adalah bahwa titik di mana kebenaran tidak hanya mengungkapkan (dirasakan), tetapi juga diwujudkan. Untuk keberadaannya, kebenaran membutuhkan seorang pria, sama seperti manusia membutuhkan kebenaran. Ini hubungan yang saling tergantung berarti bahwa manusia, dalam hubungannya dengan kebenaran, tidak ada subjek mengamati belaka, tapi juga merupakan esensi yang menyadari kebenaran. Karena untuk berbicara tentang objektivitas kebenaran bukan untuk mengidentifikasi dengan realitas objektif, melainkan hanya untuk menggambarkannya sebagai sebuah entitas yang ada, dan, dalam istilah sendiri, kebenaran dipandang tidak hanya isi persepsi, tetapi juga semangat realitas. Sejak Makhluk manusia memiliki jenis struktur melalui mana Makhluk realitas extrahuman (alam) dan bahwa realitas manusia terungkap sendiri dalam cara tertentu, sejarah manusia dapat dianggap sebagai suatu proses di mana kebenaran membedakan dirinya dari bukan kebenaran.
D. Pandangan Filsafat Tentang Hakikat Manusia
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat mansia disebut Antropologi Filsafat. Hakikat berarti adanya berbicara menganai apa manusia itu, ada empat aliran yang dikemukakan yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, aliran eksistensialisme
Aliran Serba Zat
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada, itu hanyalah zat materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
Aliran Serba Ruh
Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada didunia ini ialah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas dunia ini. Fiche mengemukakan bahwa segala sesuatu yang lain (selain ruh) yang rupanya ada dan hidup hanyalah suatu jenis perumpamaan, peubahan atau penjelmaan dari ruh (Gazalba, 1992: 288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada meteri. Hal ini mereka buktikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana betapapun kita mencintai seseorang jika ruhnya pisah dengan badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya.
Dengan demikian aliran ini menganggap ruh itu ialah hakikat, sedangkan badan ialah penjelmaan atau bayangan.
Aliran Dualisme
Aliran ini menggangap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani. Keduanya subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal, yang adanya tidak tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak bersal dari ruh dan tidak bersal dari badan. Perwujudannya manusia tidak serba dua, jasad dan ruh. Antara badan dan ruh terjadi sebab akibat yang mana keduanya saling mempengaruhi.
Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafatr modern berpikir tentang hakikat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu, yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Di sini manusia dipandang tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi itu sendiri didunia ini.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah subtansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah, dijelaskan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan manusia menurut hukum alam material. Pendirian Islam bahwa manusia terdiri dari subtansi, yaitu meteri dari ilmu dan ruh yang berasal dari Tuhan, maka hakikat pada manusia adalah ruh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh saja, tanpa kedua subtansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.
Label:
Materi kuliah,
sekitarku
Langganan:
Postingan (Atom)